Rabu, 03 Desember 2008

V For Vendetta

Film berdurasi lebih dari dua jam ini mengambil setting Inggris abad ke-22 di bawah rezim totaliter kanselir Adam Sutler (John Hurt) yang penampilannya mengingatkan pada Adolf Hitler. Seseorang yang menyebut dirinya V (Hugo Weaving), yang selalu mengenakan kostum dan topeng ala Guy Fawkes mulai melancarkan teror kepada pemerintah sekaligus berpropaganda mengingatkan rakyatnya untuk melawan.

Pada malam di mana ia bertemu Evey (Natalie Portman), seorang pegawai stasiun televisi yang melanggar jam malam, V melakukan terornya yang pertama, meledakkan pengadilan kriminal London, Old Baley. V lalu memberikan ancamannya untuk meledakkan gedung parlemen Inggris yang terkenal dengan Big Ben-nya itu pada malam tanggal 5 November, seperti yang direncanakan Guy Fawkes berabad2 sebelumnya. Itu berarti para Fingerman, polisi khusus bentukan rezim yang dipimpin Finch (Stephen Rea), punya waktu hampir setahun untuk menangkap V.

Sementara itu V pun punya misi pribadi, membalas dendam kepada sejumlah orang dari masa lalunya. Vendetta, revenge. Evey yang orangtuanya menjadi korban pemusnahan penguasa juga mendapatkan kesempatan untuk membalaskan dendamnya sendiri. Bahkan pada akhirnya ia menjadi tangan kanan sekaligus penerus perjuangan V.

V berjuang untuk revolusi, mengembalikan demokrasi. Anarkis, tapi somehow secara puitis dan romantis. Dilihat dari sisi itu memang kelihatan banget kalo film ini adalah re-interpretasi dari komik yang dibuat Moore dalam dekade delapanpuluhan dan benafaskan semangat anti-Thatcher. Dan anarkisme adalah salah satu hal yang bisa diinterpretasikan secara negatif dalam film ini. Apakah film ini mentolerir terorisme untuk memperjuangkan sebuah ideologi? Selintas cara V tak jauh beda dengan peristiwa 9/11 atau peledakan bom Bali. Walaupun yang diperjuangkan V adalah sebuah “kebenaran”, bukankah “kebenaran” juga menjadi relatif?

Momen yang paling ditunggu adalah ketika V membuka topengnya, ternyata hal itu tidak terjadi. Tapi itu tidak penting karena seperti kata V "Lebih dari sekedar daging di balik topengnya". Di balik topeng Guy Fawkes yg dipakainya, V adalah sebuah ide. Ide untuk perubahan dan pembebasan. Daging bisa mati, tapi ide itu tidak akan pernah mati. Dan di tengah rakyat yang tertekan tapi belum juga melakukan perlawanan, V dengan kostum dan kelakuan anehnya menjadi sebuah ikon baru.

Tidak ada komentar: