"Sekolahlah, Denias. Kalau kamu pintar gunung pun takut sama kamu," begitulah pesan sang ibu yang diingat Denias. Demi mewujudkan keinginannya sekolah, Denias pergi melintasi gunung dan sungai seraya bersenandung bak di atas awan.
Film ini menceritakan tentang seorang bocah bernama Denias (Albert Fakdawer) anak petani yang tinggal di Kampung Arwanop, Papua bersama orang tuanya Mama (Audry Papilaja) dan Papa (Michael Jakarimilena) yang ingin sekali bersekolah setinggi - tingginya.
Musibah kebakaran membuat Denias harus kehilangan Mamanya yang selama ini jadi penyemangat hidupnya. Belum lagi kesedihannya ditinggal Mamanya sirna, Denias harus kembali bermuram durja.
Ia tak bisa lagi sekolah karena Pak Guru (Mathias Muchus) harus kembali ke tanah Jawa. Selain sang Mama, Pak Guru lah yang selama ini membuka mata Denias kalau anak Papua pun bisa maju.
Denias sempat kembali riang ketika sahabatnya Maleo (Ari Sihasale), seorang anggota TNI, bersedia membantunya tetap belajar meski tak ada Pak Guru. Salah satu ilmu yang sangat penting diberikan Maleo pada Denias adalah pengenalan pada peta Indonesia.
Keriangan Denias tak berlangsung lama karena ternyata Maleo juga harus pergi meninggalkan Kampung Arwanop. Maleo ditugaskan ke wilayah lain di Papua.
Satu pesan penting Maleo yang diingat Denias adalah sekolah bisa dilakukan di mana saja. Kata Maleo lagi, di balik gunung ada Sekolah Fasilitas yang bisa dijadikan tempat untuk Denias meneruskan sekolahnya.
Terinspirasi pesan Maleo, Denias pun bertekad pergi ke sekolah fasilitas. Berhari-hari, ia pergi melintasi gunung dan sungai, makan seadanya demimemenuhi keinginan Mamanya bahwa ia harus sekolah karena dengan sekolah dan menjadi pintar, gunung akan takut padanya.
Sesampainya di Sekolah Fasilitas ternyata tak mudah untuk Denias langsung diterima di sekolah tersebut. Bu Sam (Marcella Zalianty) yangmemperjuangkan Denias mendapat tentangan dari guru-guru lain dan pihak yayasan. Berkat kegigihan Bu Sam dan keteguhan hati Denias, akhirnyaDenias bisa juga masuk Sekolah Fasilitas.
'Denias Senandung di Atas Awan' yang disutradari John De Rantau tidak hanya mengangkat sisi humanis. Di film yang syutingnya memakan waktuselama 30 hari itu disuguhkan juga keindahan alam dan budaya Papua yang selama ini kurang terekspos.
Di film 'Denias Senandung di Atas Awan' ditampilkan upacara memakai koteka, upacara duka mandi lumpur dan potong jari. Bisa dilihat jugaindahnya danau Hadema yang berada pada ketinggian 3500 meter di atas laut, tak jauh dari Puncak Trikora.
Sebagai anak Papua, Ari Sihasale selaku produser film ini terkesan melakukan eksploitasi (secara positif) pada Papua. Mulai dari pemain yangmemang sebagian besar keturunan Papua hingga syuting yang melibatkan suku Papua asli.
Meski sarat pesan moral, Denias Senandung di Atas Awan tidak disuguhkan dengan berat. Kelucuan polah tingkah Denias dengan teman-temannya atau kala bercengkaram dengan Maleo dan Bu Sam, sesekali mengundang tawa yang membuat film ini lebih berwarna.
Ia tak bisa lagi sekolah karena Pak Guru (Mathias Muchus) harus kembali ke tanah Jawa. Selain sang Mama, Pak Guru lah yang selama ini membuka mata Denias kalau anak Papua pun bisa maju.
Denias sempat kembali riang ketika sahabatnya Maleo (Ari Sihasale), seorang anggota TNI, bersedia membantunya tetap belajar meski tak ada Pak Guru. Salah satu ilmu yang sangat penting diberikan Maleo pada Denias adalah pengenalan pada peta Indonesia.
Keriangan Denias tak berlangsung lama karena ternyata Maleo juga harus pergi meninggalkan Kampung Arwanop. Maleo ditugaskan ke wilayah lain di Papua.
Satu pesan penting Maleo yang diingat Denias adalah sekolah bisa dilakukan di mana saja. Kata Maleo lagi, di balik gunung ada Sekolah Fasilitas yang bisa dijadikan tempat untuk Denias meneruskan sekolahnya.
Terinspirasi pesan Maleo, Denias pun bertekad pergi ke sekolah fasilitas. Berhari-hari, ia pergi melintasi gunung dan sungai, makan seadanya demimemenuhi keinginan Mamanya bahwa ia harus sekolah karena dengan sekolah dan menjadi pintar, gunung akan takut padanya.
Sesampainya di Sekolah Fasilitas ternyata tak mudah untuk Denias langsung diterima di sekolah tersebut. Bu Sam (Marcella Zalianty) yangmemperjuangkan Denias mendapat tentangan dari guru-guru lain dan pihak yayasan. Berkat kegigihan Bu Sam dan keteguhan hati Denias, akhirnyaDenias bisa juga masuk Sekolah Fasilitas.
'Denias Senandung di Atas Awan' yang disutradari John De Rantau tidak hanya mengangkat sisi humanis. Di film yang syutingnya memakan waktuselama 30 hari itu disuguhkan juga keindahan alam dan budaya Papua yang selama ini kurang terekspos.
Di film 'Denias Senandung di Atas Awan' ditampilkan upacara memakai koteka, upacara duka mandi lumpur dan potong jari. Bisa dilihat jugaindahnya danau Hadema yang berada pada ketinggian 3500 meter di atas laut, tak jauh dari Puncak Trikora.
Sebagai anak Papua, Ari Sihasale selaku produser film ini terkesan melakukan eksploitasi (secara positif) pada Papua. Mulai dari pemain yangmemang sebagian besar keturunan Papua hingga syuting yang melibatkan suku Papua asli.
Meski sarat pesan moral, Denias Senandung di Atas Awan tidak disuguhkan dengan berat. Kelucuan polah tingkah Denias dengan teman-temannya atau kala bercengkaram dengan Maleo dan Bu Sam, sesekali mengundang tawa yang membuat film ini lebih berwarna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar